Template Baru

Sekedar Nyoba

Wah...dapet juga akhirnya template baru buat blogku. Awalnya, aku merasa bingung sama blogku ini. Di satu sisi isinya ga menarik. Dan di sisi lain, tapmilannya pun tak enak dipandang. Yah, semoga tampilan baru ini (setidaknya) bisa membuatku bersemangat untuk mengisinya dengan tulisan-tulisan. Sekarang mungkin masih sepi, tapi semoga, ke depan, aku bisa giat berlatih menulis melalui blog ini. Buat semua pembaca, maaf kalau kurang berkenan dan tak layak. Selamat Membaca!

Internasional Islamic University Malaysia

My New Study Place

Finally...I can now continue my study to master degree. Here in IIUM I hope that I can learn more knowledge and virtue. Yes, I alsoo really want to be graduate soon...so pray for me guys...

PCI NU Mesir

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Mesir

This is the official site of Nahdlatul Ulama special branch in Egypt..

Indonesia Today

Demo Anti-Mubarak di Bundaran HI Dibalas Pengusiran WNI di Kairo

Tindakan elit dan kelompok mahasiswa di Jakarta yang mencampuri urusan dalam negeri Mesir berakibat buruk. Setelah mahasiswa RI, giliran WNI diusir dari tempatnya bekerja di Kairo.

Lagi, Kekerasan atas Nama Agama

Tiga Gereja Dirusak Massa

Setidaknya tiga gereja di Temanggung, Jawa Tengah, rusak karena menjadi sasaran amuk massa menyusul kerusuhan dalam persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Antonius Richmond Bawengan di Pengadilan Negeri Temanggung, Selasa (8/2/2011).



Oleh: M. Miqdam Makfi

Sejak 1955, kala Pemilu pertama diadakan di Indonesia, demokrasi Pancasila resmi menjadi ideologi politik Tanah Air. Rakyat Indonesia kala itu tentram dan puas karena para pemimpin negaranya dipilih dan diangkat oleh rakyat sendiri. Kedaulatan rakyat, seperti termaktub di batang tubuh UUD 1945 pasal 1, benar-benar mengencani perjalanan politik di Tanah Pertiwi.

Keintiman rumah tangga ini mulai dirusak ketika orde baru naik menjadi pengatur negara, dipimpin oleh Bpk. Suharto. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa peran beliau dalam membantu kemerdekaan amatlah mulia. Bahkan, niatannya ketika menjabat jadi Presiden pun tidak dapat dikatakan negatif. Namun manusia tetaplah manusia. Hingga Pak Harto pun tak luput dari problematika individual-psikologis ketika menjadi Presiden RI.

Jika diamati, problematika politik Indonesia –dalam ketidaksadaran bangsa– mulai lahir di masa-masa Orba. Bisa jadi, sofistifikasi politik –salah satu problem inti yang kemudian dikesankan menjadi simplifikasi politik oleh rezim Orba dengan hanya membentuk 3 Parpol pada bentang 1977-1997– adalah kelatahan Indonesia terhadap gelombang ketiga demokrasi dunia kala itu. Samuel P. Huntington telah mengkisahkan bahwa gelombang ketiga demokrasi ini muncul sejak revolusi Portugal di tahun 1974. Terhitung 60 negara dari Afrika, Eropa, Amerika Latin, dan (tentunya) Asia latah dan mengikuti arus gelombang ini. Para pengamat politik berasumsi bahwa ini bukan hanya kelatahan dalam dunia demokrasi an sich. Namun kelatahan ini meruyak hingga unsur ‘terpimpin’ dalam sistem demokrasi itu. Maka di dekade 80-an, menjamurlah negara-negara demokrasi terpimpin seperti Mesir dengan Husni Mubarak-nya, Paraguay dengan Alfredo Stroessner-nya, Philipina dengan Ferdinand Marcos-nya, Sudan dengan Umar Hasan al-Bashirnya, Indonesia dengan Pak Suharto-nya, diikuti negara-negara lainnya.

Indonesia pantas bersyukur karena dengan suatu hal dan lainnya, demokrasi terpimpin Suharto dapat digugurkan menjelang milenium ketiga. Walhasil, demokrasi Pancasila kembali dihadirkan menggantikan demokrasi terpimpin milik Orba. Kini, rakyat yang memiliki wewenang untuk menentukan jalan hidup Indonesia.

Pemilu 2009 semakin dekat. Maka rakyat Indonesia pun kembali diajak bermusyawarah menentukan nasib bangsa. Bukan hanya mereka yang ada di Tanah Air, namun kita yang hidup di luar negeri pun dihargai dan diberi hak untuk ikut menentukan arah jalan bangsa Pertiwi. 38 Parpol yang terdaftar diharapkan mampu membawa Indonesia menuju tatanan yang lebih baik. Dengan jumlah yang tidak sedikit ini, rakyat memang dituntut untuk lebih jeli mengkualifikasi Caleg dan Parpol yang ada. Bukan dengan ketenaran belaka. Apalagi dengan sodoran amplop yang ditawarkan. Rakyat Indonesia telah berumur 63 tahun lebih. Bukan lagi anak kecil yang dengan mudah bisa dibohongin. Namun seorang dewasa yang mampu berpikir jernih untuk menentukan keputusan.

Akhirnya, penulis hanya ingin menegaskan bahwa satu hak pilih yang kita punya adalah satu titik dari garis start Indonesia untuk melangkah ke depan. Dan iya, sebuah garis tak kan pernah lengkap tanpa kelengkapan titik-titik yang menyusunnya. Jika kita memang yakin bahwa tidak ada satu pun Caleg dan Parpol terbaik untuk dipilih, maka kita tetap harus gengsi jika Indonesia dipimpin oleh Caleg dan Parpol yang terburuk. Ke mana Indonesia melangkah? Siapa yang akan membimbing bangsa kita? Temukan jawabnya pada diri kita masing-masing! Diri kita sebagai bangsa Indonesia tentunya, bukan yang lain.[]


0 Response to "Pesta Demokrasi"

Post a Comment

About Me

My photo
Yunani memiliki Peradaban Nalar, Arab-Islam punya Peradaban Teks...Mungkin, diriku ini sedang terhanyut dalam Peradaban Imajinatif