Template Baru

Sekedar Nyoba

Wah...dapet juga akhirnya template baru buat blogku. Awalnya, aku merasa bingung sama blogku ini. Di satu sisi isinya ga menarik. Dan di sisi lain, tapmilannya pun tak enak dipandang. Yah, semoga tampilan baru ini (setidaknya) bisa membuatku bersemangat untuk mengisinya dengan tulisan-tulisan. Sekarang mungkin masih sepi, tapi semoga, ke depan, aku bisa giat berlatih menulis melalui blog ini. Buat semua pembaca, maaf kalau kurang berkenan dan tak layak. Selamat Membaca!

Internasional Islamic University Malaysia

My New Study Place

Finally...I can now continue my study to master degree. Here in IIUM I hope that I can learn more knowledge and virtue. Yes, I alsoo really want to be graduate soon...so pray for me guys...

PCI NU Mesir

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Mesir

This is the official site of Nahdlatul Ulama special branch in Egypt..

Indonesia Today

Demo Anti-Mubarak di Bundaran HI Dibalas Pengusiran WNI di Kairo

Tindakan elit dan kelompok mahasiswa di Jakarta yang mencampuri urusan dalam negeri Mesir berakibat buruk. Setelah mahasiswa RI, giliran WNI diusir dari tempatnya bekerja di Kairo.

Lagi, Kekerasan atas Nama Agama

Tiga Gereja Dirusak Massa

Setidaknya tiga gereja di Temanggung, Jawa Tengah, rusak karena menjadi sasaran amuk massa menyusul kerusuhan dalam persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Antonius Richmond Bawengan di Pengadilan Negeri Temanggung, Selasa (8/2/2011).



Ingat ketika Anda stres lalu berpikir bahwa Anda memiliki bejubel problema yang amat menggunung? Lalu Anda iri kepada mereka yang sedang bahagia, tersenyum, dan terlihat syahdu sekali menikmati hidup ini?

Tunggu dulu Kawan….Jangan bangga dan besar diri lalu merasa bahwa Anda-lah yang paling berhak menyematkan titel ‘stres’ itu kepada diri Anda. Jangan dulu Anda berkeyakinan bahwa Anda memiliki masalah yang paling besar sedunia. Aling-aling, masalah Anda sebenarnya tidak lebih besar dan berat dari masalah yang dirasa seorang anak SD, atau bahkan bayi sekalipun.

Penulis tak ingin berkecimpung dalam masalah ke-Tuhan-an lalu dengan egoisnya sesumbar bahwa semua telah menjadi takdir-Nya, termasuk pelbagai masalah yang kita hadapi dalam hidup. Penulis lebih ingin meninjau problematika hidup sebagai sebuah nature dari makhluk bernama manusia.

Sifat manusiawi seorang manusia adalah memiliki masalah. Kita sepakat itu. Namun sayangnya, sebagian dari kita, sebagian besar tepatnya, lebih memilih untuk merasa memiliki masalah yang lebih besar dari orang lain. Ketika kita memiliki masalah finansial, terkadang kita bergumam, “Enak sekali orang kaya, gak punya masalah serumit ini.” Ketika kita punya masalah cinta, kita juga kadang berujar, “enaknya jadi cowok cakep, cewek tinggal milih, gak bakal punya masalah kayak gini.” Ketika kita memiliki masalah keluarga, kita juga kadang berbisik kecil, “aduh enak banget sih kehidupan doi….keluarganya rukun dan hidup bahagia. Gak ada masalah seperti ini.” Atau ketika masalah kita terasa benar-benar kompleks, kita mengumpat, “ingin rasanya jadi anak kecil lagi yang gak perlu pusing mikir kehidupan.”

Pikiran-pikiran itu sama sekali salah. Ketika –sekali lagi– sering merasa bahwa hanya kitalah yang memiliki masalah sebesar ini. Ketika melihat yang lain, kita sering merasa iri karena mereka tak memiliki masalah serumit kita.

Sejatinya, nilai dari masalah tidaklah dinilai dari besar-kecilnya masalah itu secara eksistensial, namun secara esensial. ketika kita kehilangan sebuah hp, misalnya, mungkin kita akan merasa amat sedih karena entah harus nabung berapa tahun lagi untuk dapat membeli yang baru. Namun mereka yang kaya pastilah tak kan bersedih, karena bagi mereka seperti mudahnya membeli hp seperti mudahnya kita membeli permen.

Hal yang sama akan ditanggapi berbeda oleh dua sosok yang berlatarbelakang berbeda. Apa yang menurut kita masalah, menurut yang lain bukan masalah. Namun juga sebaliknya, apa yang bagi kita tak bermasalah, bagi yang lain, amat mungkin bermasalah.

Dan jika kita bersedia untuk sejenak saja kontemplasi, sebenarnya, seluruh manusia memiliki masalah yang sama beratnya dengan yang kita rasakan, namun tentu berbeda wujud dan bentuk, karena apa yang menurut mereka masalah bukanlah apa yang menurut kita masalah.

Bagi kita, yang menjadi masalah inti adalah finansial, misalnya. Namun bagi yang lain, soal cinta kasih yang tak bisa dibeli walau dengan jutaan adalah masalah yang berat. Sama beratnya dengan masalah finansial kita. Namun kita iri karena melihat dia sebagai orang kaya yang tak punya masalah finansial. Kita tidak berhasil menyadari bahwa finansial bukan satu-satunya masalah. Dia mungkin punya masalah yang sama beratnya. Dia mungkin punya istri yang sama sekali tak mencintainya. Dan pastinya dia iri melihat kita yang amat dicintai istri-istri kita. Sama persis seperti irinya kita melihat mobil dan rumah mewahnya.

Naif agaknya jika kita hanya bisa mengumpat dan menyesali nasib serta masalah-masalah kita. Yah. Naif karena sesungguhnya, semua manusia memiliki masalah. Bahkan bayi kecil pun tak kan menangis jika ia tak memiliki masalah. Baginya, tidak mendapatkan susu mungkin sama seperti ketika kita kehilangan istri kita, atau kehilangan hp kita. Sama beratnya, walau berbeda bentuknya.

Ketika sadar bahwa semua manusia bermasalah, maka tinggal bagaimana kita menyikapinya. Itu yang jelas amat berbeda satu sama lain. Tinggal kita, ingin menjadi positive-responser (dengan sigap dan berjuang keras mencari solusinya) atau negative-responser (dengan menangis, tidur, atau bahkan mabuk untuk menghilangkan stres itu)? [Mc-V]

Selengkapnya...


Mungkin benar berita-berita menyedihkan tentang Tanah Air kita, Indonesia. Negara yang super korup, banyak kriminalitas, belum dengan kemacetan yang luar biasa, hingga hiruk-pikuk polemik lainnya. Yah…Indonesia mungkin memang rumit. Rumit dengan segala unsolved problems-nya. Namun tentu, benar kata pepatah bahwa hujan batu di negeri sendiri lebih baik daripada hujan emas di negeri seberang. Indonesia mungkin memang belum sesempurna harapan rakyatnya, namun sebagai bangsa yang nasionalis, tentu kitalah yang harusnya membawa Ibu Pertiwi menuju kesempurnaan itu.

Penulis acap kali termenung kontemplatif memikirkan kasus demi kasus yang terjadi di Indonesia. Ujung-ujungnya, kesimpulan yang didapatu selalu saja sama; bahwa mayoritas masalah Tanah Air berhulu pada sebuah masalah inti berupa ‘penyakit mental bangsa’. Minimnya kesadaran seluruh lapisan masyarakat Indonesia tentang slogan kepentingan sosial di atas kepentingan individual menjadi salah satu momok yang menjiwai hampir seluruh polemik Tanah Air. Tentu, dari yang terkecil hingga yang paling mengerikan.

Melalui blogging ini, penulis ingin sekedar bertutur kata menyampaikan isi hati untuk Ibu Pertiwi. Apa yang penulis lihat sebagai penyakit mental bangsa ini ingin penulis tulis dan ulas sesingkat-singkatnya, namun dengan komposisi sedetail-detailnya. Atau paling tidak, mampu menjadi gambaran pembaca.

Tulisan akan bersambung episode demi episode dengan ulasan kasuistik terhadap masalah-masalah Tanah Air. Jika memungkinkan, akan ada selingan tulisan-tulisan lain yang tak melulu berangkat dari model problema di Indonesia, namun menggunakan sudut pandang lain. Yang pasti, tulisan bersambung ini akan membahas tentang Indonesia, negara Tanah Air penulis yang tercinta. Demi perbaikan ke depan, usaha apapun dapat dilakukan. Sekecil apapun.[Mc-V]

Selengkapnya...



Judul: 127 Hours
Tahun: 2010
Sutradara: Danny Boyle
Aktor: James Franco
Rating by Mc-V: 7 (layak tonton...:D)

Bagi para pecinta film spektakuler, agaknya film ini tidak akan menjadi pilihan utama. Bahkan, film yang hanya terfokus pada satu sosok bernama Aron Ralston (diperankan oleh James Franco) terkesan lama dan agak membosankan. Terlebih, settingnya hanya di satu tempat saja.

Film yang diangkat dari kisah nyata ini berkisah tentang pemuda bernama Aron yang hobi mendaki dan berpetualang. Sayang, pada petualangannya kali ini, di Grand Canyon, Utah, USA, tak sengaja ia terpelosok ke sebuah jurang sempit dan gelap. Yang lebih mengerikan, tangannya terhimpit batu raksasa yang tak dapat digerakkan. 127 jam adalah total lamanya Aron terjebak di tempat itu. Secara ringkas, film ini mengisahkan perjuangannya untuk lolos dari lorong pengap itu. Usahanya yang amat keras dari berusaha menggerakkan batu yang menghimpit tangan kanannya dengan manual (kekuatan tubuh), bantuan tali, hingga rela memotong tangannya sendiri menjadi bukti kuatnya tekad ingin bertahan hidupnya.

Walau berhias mono setting dan tokoh, film ini tidak separah film-film lain yang secorak. Sang sutradara berhasil memberi kesan-kesan tak membosankan dengan menimbulkan imajinasi serta halusinasi Aron ketika terjepit batu di lorong gelap itu. Ditambah hal-hal kecil yang menarik seperti minimnya persediaan air hingga harus meminum air kencing sendiri, video kamera yang digunakan Aron untuk merekam aktivitasnya, hingga pisau multi-fungsi yang sama sekali tak tajam namun tetap digunakan untuk memotong tangannya, film ini menjadi lebih terasa hidup.

Namun, apakah Aron berhasil selamat dari ancaman kematiannya? Kurang menarik jika dibeberkan di sini…

Bagi peminat film-film keji, aksi potong tangannya cukup memberi gambaran menarik. Bagi peminat thriller atau film-film menegangkan, habisnya air dan halusinasi mengerikan yang dibangun oleh Aron pun dapat sedikit mengajak jantung berolahraga. Walau tak terlalu menarik, murah dalam pembuatannya, serta suasana filmnya yang sepi ketika Aron terjebak di lorong itu, film ini tetap menjadi film yang layak tonton untuk sekedar menghabiskan waktu. Setidaknya, ada beberapa pesan yang dapat dipetik dari film ini seperti pentingnya meninggalkan catatan ketika hendak liburan sendirian.[]

Selengkapnya...

| |



Judul: Flipped
Tahun: 2010
Sutradara: Rob Reiner
Perusahaan: Castle Rock Entertainment
Rating by Mc-V: 7 (layak tonton...:D)

Ketika judul menjadi gambaran paling umum terhadap isi sebuah karya, film garapan Rob Reiner ini berhasil menjadi salah satu buktinya. Flipped umum dimaknai ‘terlempar’. Namun, arti yang lebih tepat dari judul film ini adalah arti flipped sebagai bahasa Slang; ‘antusias’. Kedua tokoh utama dalam film ini, Julia Baker yang diperankan oleh remaja cantik Madeline Carroll dan Bryce Loski yang dimainkan oleh Callan McAuliffe, benar-benar terjebak pada antusiasme cinta.

Kisahnya amat simpel, sekedar memberikan gambaran cinta sederhana sepasang remaja, lengkap dengan perjalanan cinta ini. Yang menjadi menarik, cerita cinta ini dikisahkan dalam dua perspektif tokoh yang berbeda. Setiap momen dan jenjang waktu dibidik melaalui dua sudut pandang yang berbeda; sudut pandang Juli dan Bryce.

Cinta adalah hal yang biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, sama sekali kita tak pernah benar-benar melihat cinta, serta seluruh fenomena di sekitarnya dari kedua sudut pandang para pecinta. Kita selalu melihat cinta dari sudut pandang kita sendiri. Ketika kita jatuh cinta pada seorang wanita, kita tak kan pernah tahu isi hatinya yang sebenarnya sebelum dia sendiri menyatakannya. Pun tak dapat dipungkiri jika terkadang, kata-kata itupun sekedar kata, sama sekali keluar dari sekedar lisan, bukan murni emanasi hati.

Rob Reiner, dalam filmnya ini, berusaha memberikan gambaran keindahan misteri cinta dalam kehidupan. Dikisahkan, sejak Bryce pindah di masa SD menjadi tetangga Juli, gadis kecil cantik ini langsung jatuh hati dengan tatapan mata Bryce. Semenjak pertemuan pertama, Juli selalu melakukan usaha persuasif untuk mendapatkan hati Bryce. Sayang, Bryce melihat sikap Juli terlalu berlebihan hingga tidak mampu melihat ketulusan cinta Juli, namun justru menganggapnya sebagai gangguan. Bahkan, menyadari Juli yang dramatis dalam menyapa, bahkan terkadang melakukan tindakan aneh seperti menciumi bau rambut Bryce sepanjang hari, Bryce meyakini bahwa gadis ini mengalami gangguan jiwa. Ketika sudut pandang diubah, maka penonton melihat bahwa Juli melakukan ini karena ia benar-benar tertarik kepada Bryce. Juli justru yakin kalau Bryce pun sebenarnya suka kepadanya. Dia hanya malu-malu, shingga Juli berinisiatif untuk lebih agresif dalam memberikan perhatiannya.

Perjalanan ini berlanjut hingga mendekati lulus SD. Bryce masih saja berusaha menghindar, dan Juli pun tak lelah mengejarnya. Pada suatu ketika, berkat insiden penebangan pohon kesayangannya, Juli menyadari bahwa sejak awal, Bryce tak pernah jatuh hati padanya. Juli pun mulai menjauh. Ketika momen ini dilihat dari sudut pandang Bryce, ia justru merasa sebaliknya. Bryce mulai menyadari, bahwa kehilangan Juli terasa lebih menyakitkan daripada diikuti olehnya tiap hari dengan sikap-sikap dramatisnya. Bryce mulai membuka hati untuk Juli di kala Juli sedang menutup hatinya untuk Bryce.

Tentu pada akhirnya, mereka akhirnya sama-sama memahami perasaan lawannya dan filmpun berakhir dengan romantis. Bryce dan Juli terlihat mesra menanam pohon baru favorit Juli di halaman rumahnya.

Film kehidupan sedeharna ini semakin lengkap ketika dibumbui dengan kisah kedua keluarga Juli dan Bryce. Bukan menjadi poin penting di film ini, namun setiap karakter kedua keluarga tersebut memberikan gambaran kehidupan nyata kepada para pemirsa. Sayangnya, karena fokus film diberikan sepenuhnya pada kisah hidup Bryce dan Juli, maka banyak hal-hal yang seakan hilang dari pengisahan karakter-karakter lain.

Setidaknya, film ini mampu menyuguhkan indahnya misteri cinta. Bagaimana gregetannya kita ketika mengetahui Juli yang cinta kepada Bryce dianggap sedang marah, pun sebaliknya. Cinta seperti itu, ketika pasangan kita menolak untuk bertemu atau mengangkat telpon, serta-merta kita menduga bahwa ia tidak suka pada kita. Namun faktanya, si wanita justru terkadang sedang menguatkan hati untuk bertemu kita dan mencium indah bibir kita. Misteri cinta memang indah, ini kesan yang tepat untuk Flipped.

Misteri dan kejanggalan: seperti apa wajah istri Chet? Uang Matt dan Mark untuk demo musik mereka dari mana? Seburuk apa perawatan rakyat idiot yang dilakukan oleh pemerintah hingga ayah Juli enggan memasrahkan Daniel ke pemerintah? Nasib kawan Bryce yang juga pendekatan pada wanita primadona sekolah, Sherry seperti apa? Kasus Salmonella telur tak diungkap? Lainnya..saksikan sendiri..;)

Selengkapnya...

| |

About Me

My photo
Yunani memiliki Peradaban Nalar, Arab-Islam punya Peradaban Teks...Mungkin, diriku ini sedang terhanyut dalam Peradaban Imajinatif