Oleh: M. Miqdam Makfi
Sebuah pertanyaan yang terlontar dari lisan beberapa mahasiswa al-Azhar ini merupakan pemicu paling fundamental dalam elaborasi sekilas seputar ujian di universitas al-Azhar, Kairo berikut.
Hanya satu bulan tambah beberapa hari lagi para Masisir akan dihadapkan dengan acara tengah tahunan yang paling membuat kepala nyut-nyutan, ujian semester. Rutinitas mahasiswa Indonesia ini tentunya merupakan ajang mengolah akal dan nurani dalam mengarungi bahtera keilmuan di negeri Kinanah ini. Mengolah akal karena dengan datangnya masa-masa ujian, rekan-rekanita Masisir harus bekerja keras memutar otak demi menyiapkan mental dan materi untuk menghadapi ujian tersebut. Melatih nurani karena pada saat-saat itulah niat awal para mahasiswa meluncur ke Mesir dipertanyakan kembali.
Menghadapai ujian membutuhkan trik-trik dan strategi tersendiri agar mampu menghasilkan hasil yang memuaskan. Di ujung sana ada yang mati-matian menghapal diktat kampus namun walhasil tetap saja rosib sehingga harus membuang umur setahun lagi di negeri Firaun. Di sudut lain, ada pula yang hanya menghabiskan waktunya untuk bermain dan chatting hingga hampir tidak menyisakan waktu untuk mempelajari diktat-diktat tersebut. Akan tetapi, saat natijah turun, terpampang predikat jayyid tepat sebaris dengan namanya. Fenomena seperti ini merupakan hal yang lumrah terjadi di lingkungan pelajar Indonesia di Mesir, khususnya para mahasiswa Universitas al-Azhar.
Memang, ditilik dari logika manapun akan muncul konklusi yang pasti disepakati bahwa belajar giat merupakan modal paling besar demi kesuksesan studi. Akan tetapi, realita di al-Azhar tidak seindah itu sehingga demi mencapai kesuksesan dalam kuliah diperlukan strategi yang cukup mutakhir. Kesalahan metodologi belajar menghadapi ujian semester dan menjawab soal yang sering ditemui di universitas al-Azhar sering kali menjadikan penyesalan tersendiri bagi para mahasiswanya.
Minal ma’lum bahwasanya universitas al-Azhar merupakan institusi pendidikan yang masih menerapkan kinerja manual dalam pelbagai administrasinya. Mulai dari pendaftaran, pembuatan kartu mahasiswa, hingga metodologi penilaian ujian dilaksanakan dengan tenaga manusia yang amat sangat terbatas. Oleh karenanya, tidak mengejutkan jika kemudian terjadi beberapa kesalahan dalam pengurusan tersebut.
Dalam wilayah penilaian ujian, ada beberapa hal atau kendala teknis yang perlu dicermati oleh para mahasiswa agar tidak ikut terjebak dalam kesalahan-kesalahan teknis tersebut. Pertama, karena minimnya tenaga yang bertugas mengoreksi hasil ujian para mahasiswa, maka tidak mustahil jika pengoreksian tersebut tidak jujur dan optimal. Maksudnya, terkadang ada beberapa hasil ujian mahasiswa yang tidak diteliti dan diperiksa secara keseluruhan. Dosen mungkin hanya melihat 1-2 jawaban untuk kemudian segera mengkalkuslasikan nilai seluruhnya. Peristiwa seperti ini mungkin terjadi karena beberapa faktor. Ada beberapa dosen yang cukup mengindahkan estetika penulisan dalam lembar jawaban mahasiswa. Jika tulisannya mengecewakan, apalagi tidak dapat dibaca, besar kemungkinan sang dosen akan segera memberi nilai kurang bagi mahasiswa tersebut walaupun toh terbukti secara substansial jawabannya tepat mengenai sasaran yang dikehendaki secara sempurna. Yang lebih mengecewakan, tekadang maddah itu langsung dilabeli nilai rosib oleh dosen tersebut tanpa membaca isi dari jawabannya hanya karena tulisannya yang tidak jelas. Di sisi lain, lembar jawaban mahasiswa berikutnya yang memang ahli kaligrafi langsung dilabeli predikat jayyid jiddan tanpa harus berlama-lama membaca isi jawabannya. Hal seperti ini harus mendapatkan perhatian cukup serius dari para mahasiswa.
Faktor lain yang menyebabkan kendala pertama ini terjadi adalah upaya licik mahasiswa yang dikiranya akan dapat memberikan nilai tambahan. Tentunya secara psikis, mahasiswa al-Azhar akan merasa kurang percaya diri jika hanya mengisi 1 lembar jawaban dari 6-7 lembar yang disediakan. Untuk menyiasatinya, beberapa mahasiswa ada yang menguraikan jawabannya dengan memberi jarak satu baris kosong antara tulisannya di baris atas dan bawahnya. Memang, ini merupakan trik untuk menampilkan jawaban yang tadinya ringkas dan sedikit menjadi terkesan lebih banyak. Akan tetapi, ada beberapa dosen yang justru tidak suka dengan permainan seperti ini. Jika kebetulan lembarnya dikoreksi oleh dosen-doesen seperti ini, sepertinya hasil ujian sudah jelas dan tidak perlu dipertanyakan kembali.
Kendala kedua, berkurangnya nilai karena tidak memahami apa yang disukai dan diinginkan oleh dosen. Fenomena ini dapat terjadi ketika jawaban yang ditulis oleh mahasiswa tidak relevan dengan apa yang diharapkan oleh dosen. Ada dosen yang lebih suka kepada jawaban yang sesuai dengan diktat dan pejelasan yang telah diberikan. Namun ada pula dosen yang suka jika mahasiswa dapat menguraikan lebih jauh apa yang tertera dalam diktat pelajaran tersebut dan apa yang telah disampaikan oleh dosen dalam muhadharah-nya. Implikasinya, jika mahasiswa membual-bual ria di jawabannya yang kebetulan dosen pelajaran sekaligus pengoreksinya adalah dosen tipe pertama, maka nilai yang diberikan akan berkurang walaupun jika dinalar, harusya jawaban seperti itu justru melebihi nilai sempurna. Dosen tipe pertama ini lebih suka kepada jawaban yang literal, sesuai bahkan kalau bisa sama persis dengan diktatnya.
Namun begitu juga sebaliknya, jika mahasiswa saklek dalam menjawab dan hanya copy-paste dari apa yang dituliskan di muqarrar, lalu kebetulan dosen pengoreksinya adalah dosen tipe kedua, maka nilainya pun akan kurang dan tidak sempurna. Dosen seperti ini justru lebih suka jika mahasiswa mampu menguraikan tulisannya, tidak hanya terkukung oleh redaksi dalam kitabnya.
Dus, akhirnya semua kembali kepada mahasiswa sendiri. Mahasiswa yang rajin masuk kelas sehingga mengetahui karakteristik dosen masing-masing mata pelajaran akan memiliki taktik jitu yang tepat dalam menghadapi ujian. Sebaliknya, mahasiswa yang tidak mengetahui kemauan dosen akan terjebak dalam kesesatan-kesesatan jawaban ujian. Andai saja pengoreksi di al-Azhar tidak terlalu berbanding jauh dengan yang dikoreksi sebagaimana di universitas lain, mungkin mahasiswa tidak perlu repot-repot mencari-cari cara untuk dapat memperoleh nilai yang diharapkan. Namun, jika kenyataannya seperti ini?...:) Selamat berusaha!!
cuman tes
asa
Wah..ternyata ujian di Azhar itu aneh2 gimana gitu yaa.....wes pokoke smoga sukses aja mas...:)